Wednesday, February 6, 2013

HandOut Kedua Musikalisasi Lirik Lagu Anak


Bertempat di Hotel Takashimaya, Lembang, Bandung, kembali saya berceramah soal bagaimana membuat lagu sederhana untuk anak-anak usia dini. Karena tersedia lebih banyak waktu maka diklat kedua kali ini menambah jam masa diklat untuk diisi dengan kegiatan merekam lagu-lagu karya Widya Iswara dengan alat rekam yang lebih serius. Pada diklat pertama di Garut, peserta hanya merekam lagunya dengan alat rekam sederhana, yakni: handphone dan recorder. Kali ini saya membawa dua orang asisten, Ikhwan Maulida dan Puja Paska yang saya kenal baik bagaimana mereka bekerja dan berkarya. Keduanya sangat fasih baik dalam teori maupun program produksi musik. Mereka membawa perangkat rekam semi-profesional yakni laptop, mixer. dan microphone. Berikut adalah copy-paste hand-out yang saya buatkan untuk untuk dibaca sebagai panduan selama diklat.
HAND OUT DIKLAT LANJUTAN MEMBUAT LAGU ANAK
BERMAIN DENGAN ISI LACI-LACI IMAJINASI
Musikalisasi Lirik Karya-karya Widyaiswara
Salam Kangen, Widya Iswara,
Masihkah kamu simpan suratku terdahulu? Mungkin kita memerlukannya lagi. Tapi jika kamu sudah lupa menyimpannya, semoga kamu tidak lupa isinya.
Sejak pertemuan kita dulu, sejak kita kehabisan waktu dan harus berpisah, seketika saya jadi rindu. Bukan pada hangatnya kolam renang Hotel Sabda Alam tempat kita beradu, bukan pada sedapnya Bakso Tangkar di pasar yang saya lupa nama pasarnya, bukan juga pada meriahnya orang-orang Garut yang melambai-lambaikan bra dan celana dalam perempuan saat berdemontrasi demi melengserkan walikota Garut saat itu, tapi saya rindu pada semangatmu membuat lagu.
Saya tahu kamu sibuk, fikiranmu pasti bukan melulu membuat lagu seperti saya, saya percaya dalam mengarungi pekerjaanmu banyak yang harus kamu fikirkan termasuk menyiasati tagihan-tagihan yang harus kamu bayar pada awal bulan. Tapi di luar dugaanku, kamu memanggilku kembali demi meneruskan pekerjaan hati yang kita fikir memang belum selesai dan mungkin tidak boleh selesai. Saya ngerti, kamu pasti tidak mau pekerjaan hati itu jadi seperti terus ereksi tanpa pernah ejakulasi, bukan?
Saya akan membantumu semampu saya. Semoga kamu tidak keberatan kalau saya bawa teman karib saya. Sementara saya membantumu memusikalisasi lirik yang kamu buat, temanku itu akan merekamnya, agar nanti kamu punya sesuatu untuk disimpan dan bisa kamu putar sebanyak kamu mau, untuk dipelajari atau hanya sekedar menemanimu di kamar mandi. Sampai nanti kita sanggup merekamnya dengan lebih baik, kamu bisa menyebarkannya ke seluruh penjuru negeri bahkan bumi!
Duhai, Widi (semoga kamu tidak keberatan saya menyingkatkan namamu sedemikian rupa), saat bertemu denganku nanti, buatlah sebait lirik yang terdiri dari empat sampai lima baris kalimat, bahaslah tentang apa saja yang mungkin tidak terfikirkan oleh orang lain. Saya yakin kamu akan lebih baik dalam membuatnya, saya sudah membaca coretan-coretanmu terdahulu, meski ada beberapa bagian yang harus diperbaiki saya tetap yakin tulisan-tulisanmu itu berpotensi menjadi karya-karya lagu.
Simpan lirik yang kamu buat itu sebentar. Saya akan mengajakmu bermain dulu dengan isi laci-laci imajinasi!
MENGAPA LACI-LACI? Tidak harus menyebutnya laci-laci. Kamu bisa menyebutnya kotak-kotak ajaib atau mungkin kamu bisa saja menyebutnya sebagai “kantung” atau bahkan menamakannya sebagai “flashdisk” pun tak akan ada yang protes.
Saya memanggilnya “laci” karena ianya memang tempat menyimpan sesuatu. Seperti halnya laci-laci di rumah kita, mereka kita isi dengan baju-baju atau makanan, surat-surat tagihan atau surat-surat cinta, kunci-kunci atau perhiasan. Saat kita memerlukan sebuah gunting tentu kita tidak akan mencarinya ke laci yang berisi pakaian dalam, meskipun kemungkinan itu ada tapi kita pasti lebih dulu mengingat laci tempat kita biasa menyimpan perkakas.
Demikian juga lagu-lagu, Widi. Sepanjang usiamu, sudah berapa banyak lagu yang kamu dengar? Mungkin kamu tidak ingat judul atau kata-kata atau bahkan nada lagu itu, hingga suatu saat lagu itu berkumandang lalu kamu berteriak, “Hai, aku tahu lagu ini! Dulu aku dengar saat aku ....”, tidak perlu diteruskan karena saya yakin kamu akan meracau membicarakan kenangan akan lagu itu.
Itulah laci-laci itu, Widi. Laci-laci berisi kenangan-kenanganmu sepanjang usiamu. Laci-laci itu seperti terpisah, laci berisi kenangan akan guru SD-mu yang lupa menutup resletingnya akan berbeda dengan laci berisi kenangan saat kamu gugup pada kencan kali pertama. Tapi sungguh, laci-laci itu sebenarnya terhubung, Widi. Kadang kamu perlu energi lebih untuk mengaksesnya. Demikian juga lagu-lagu, nada-nada, lirik-lirik, semua mempunyai laci-lacinya sendiri, meskipun sekilas kamu seperti lupa, yakinlah semua file-file itu masih ada. Itulah sebabnya saya melarangmu menggunakan MSG pada masakan-masakanmu, MSG membuat kita lekas pikun!
KITA MEMERLUKAN LACI-LACI ITU! Pada pertemuan kita dulu, kamu sudah membuat lirik, kan? Dan saat kamu mulai membuat melodi atas lirik-lirik itu beberapa kawanmu ada yang berkomentar bahwa melodi yang kamu buat mirip lagu A atau lagu B atau lagu C. Itu adalah kejadian saat laci-laci dalam kepala mereka terbuka, laci-laci berisi ingatan akan nada-nada yang mirip dengan melodi yang kamu buat. Bahkan tidak jarang kamu sendiri mengkritisi melodi yang kamu buat sendiri mirip dengan lagu orang lain, kan?
Jangan khawatir, Widi. Bagus kalau kamu ingat semua nada-nada itu. Karena kita memerlukannya!
Pertama, saya akan menantangmu, boleh? Tentu kamu harus katakan, “Boleh!”
Begini, saya akan memintamu untuk merubah melodi lagu-lagu yang ada dalam ingatanmu. Kita tahu bagaimana lagu “Balonku”, “Pelangi-pelangi”, “Naik Delman”, “Kapiten”, dan “Naik-naik Ke Puncak Gunung” itu dinyanyikan, bukan? Nah, saya menantangmu untuk merubah melodi lagu-lagu tersebut menjadi berbeda. Kalau kamu bisa membuatnya menjadi sangat berbeda, dan lagu-lagu tersebut hadir menjadi lagu yang asing tapi tetap sedap didengar, maka kamu sudah berhasil berimprovisasi!
Tantangan itu untuk melatihmu untuk jadi lebih peka pada nada-nada. Seperti saya katakan dulu, semua komposer lagu sedunia memainkan do-re-mi-fa-sol-la-si, begitu juga kamu. Kalau kamu cukup cerdik, kamu bisa menggabungkan melodi lagu A dengan melodi lagu B atau bahkan ditambah lagi dengan lagu C, maka kamu akan mempunyai lagu sendiri. Sekarang kamu tahu, kenapa saya tanyakan padamu tadi: “Sepanjang usiamu, sudah berapa banyak lagu yang kamu dengar?” Karena lagu-lagu itu tersimpan dalam laci-laci dalam kepalamu. Dan semua laci-laci itu akan terbuka saat kamu memerlukannya.
LACI-LACI IMAJINASI. Selain laci-laci yang sudah terisi, kita juga perlu mengisi laci-laci yang masih belum terlalu banyak isinya. Ada laci-laci khusus yang berisi imajinasi, letaknya dekat dengan laci-laci berisi mimpi-mimpi dan harapan. Laci-laci imajinasi ini juga terhubung dengan laci-laci lainnya. Dan untuk mengisinya kadang kamu harus sedikit “nakal” atau benar-benar “nakal”. Kenakalan itu harus diakui bisa menjadi “kegilaan”, maka kamu harus pandai-pandai mengendalikan “kenakalan” dan “kegilaan” itu. Tentu kamu ngerti apa yang saya maksud dengan “nakal” dan “gila” itu. Ya, Widi, itu adalah kata lain dari kreativitas.
Kamu, saya, sama-sama sudah hidup puluhan tahun, kan? Dan sekarang kamu dan saya akan bertemu mendiskusikan bagaimana caranya membuat lagu sederhana untuk anak-anak usia dini! Hmm, tentu kita harus sangat kreatif!
Bagaimana kita bisa akurat melihat alam pikiran anak-anak? Cara paling efektif adalah berimajinasi menjadi diri mereka. Perhatikan apa isi pembicaraan anak-anak usia dini, apa yang mereka lakukan saat mereka memegang sebatang ranting pohon, teliti gambar-gambar mereka di kertas atau di dinding. Maka kamu akan setuju, mereka adalah dunia yang tanpa batas! Jangan lupa, banyak di antara mereka bisa jadi lebih kreatif dari kita yang mengaku sudah kenyang makan asam-garam kehidupan. PREETT! Dan jangan lupa juga: mereka adalah para peniru ulung!
Saat membuat lagu anak, cobalah untuk memandang sesuatu dari sepasang mata kecil yang kadang berlagak serba tahu atau sama sekali tidak tahu hingga bikin wajahnya bengong, melongo, sampai berliter-liter lendir keluar dari mulutnya yang menganga.
Kamu masih ingat langkah membuat lagu? Pertama kita tentukan tema, lalu memilih kata dan kalimat sederhana, membentuk rima, dan saat melagukannya buatlah dalam tempo sedang dengan nada yang melangkah tetap, loncatan nadanya tidak ekstrim apa lagi modulasi, dan sebaiknya sesuaikan psikologi kata dengan liriknya.
Demikian, Widi. Kita akan lakukan ini dengan niat untuk kebaikan. Kita sama-sama sudah lihat bagaimana anak-anak usia dini sekarang menyanyikan lagu-lagu orang dewasa, lebih gila lagi para orang tua dan guru sekolahnya mendandani mereka dengan make up orang dewasa saat mereka tampil menyanyi atau menari di atas panggung.  Mungkin mereka jadi cantik dan lucu tapi itu bukanlah dunia mereka, tapi mereka juga tidak mampu menolak keinginan orang tuanya, sampai akhirnya mereka nampak seperti tante-tante galau meliuk-liuk di atas panggung.
Sekarang ini kita sudah sulit menyalahkan anak-anak usia dini menyanyikan lagu orang dewasa, kita tidak bisa menghentikannya. Kita hadapi saja. Tapi setidaknya jika lagumu atau lagu yang kamu kenalkan pada mereka bagus maka lagu apapun yang dia simpan dalam laci-laci kenangannya, ia akan menyimpan lagumu di sebuah laci yang penuh dengan hiasan bernuansa intim dan romantik. Dan saat laci-laci itu terbuka, semua kenangan adalah melulu tentang kehebatanmu di mata mereka. Semoga.
Dari sahabat karibmu,
Panji Sakti

No comments:

Post a Comment